Langsung ke konten utama

Jendela Hitam

Dingin pagi menyergap tubuhku, aku melaju di tengah terpaan angin yang seakan mencubit-cubit lapisan kulit ku dengan dinginnya. Sambil tetap menarik gas, tangan kiri ku ku gosok-gosokkan pada pangkal lengan kanan ku. Berharap gaya gesek yang ku usahakan bisa menimbulkan sedikit kalor sehingga dinginnya pagi bisa sedikit teratasi. Namun tidak ada yang berubah. Tetap dingin dan semakin dingin jika aku menarik gas lebih kencang.

Jalanan sudah ramai. Kuda-kuda besi berlalu lalang melaju sesuai kehendak tuan mereka. Asap-asap kelabu mengepul keluar dari batang berongga yang berwarna hitam pucat. Tak tahan lagi dengan kepulan-kepulan muram itu, aku memutuskan untuk lebih baik melawan dingin daripada lebih lama lagi menghirup asap-asap beracun ini.

Sampai di sekolah ku edarkan pandanganku pada petak parkir itu. Ku telisik satu per satu. Banyak motor yang ku kenal. Namun tak ada motor yang kucari. Segera aku istirahatkan motorku dengan rapi, kemudian aku naik tangga menuju kelas.

Pintu berdecit seketika ku geser membuka ke dalam. Seperti biasa, pemandangan setiap pagi nya di kelas ini. Beberapa sudah membuka laptop pagi pagi, dan kebanyakan lainnya sudah siap memegang pensil dan buku ratusan halaman berisi soal-soal. Aku tak kaget lagi. Ku letakkan tas punggung ku di bangku yang masih kosong (biasanya di belakang). Lalu aku menuju tempat favoritku di kelas. Jendela.


Aku menggeser meja kosong ke arah jendela. Lalu aku duduk di sana sambil menyembulkan kepalaku untuk bisa melihat ke bawah dengan nyaman. Ku lipat tannganku di atas kusen jendela, lalu kuletakkan dagu ku di atasnya. Posisi ternyaman. Aku siap melihat siapa yang datang berikutnya.

Satu persatu siswa masuk gerbang. Suara erangan motor-motor mereka terdengar sesekali ketika mereka harus berjuang di medan menanjak. Aku tetap mengedarkan pandanganku. Sambil bernyanyi-nyanyi kecil tanpa menghiraukan nada. Sejurus kemudian, dia datang. Dengan wajah datar berbelok memasuki gerbang sekolah. Hanya beberapa detik. Namun memuaskan. Itulah yang kulakukan setiap hari. Ehm, bukan. Maksudku adalah "itulah yang hanya bisa kulakukan setiap pagi"

Setiap waktu aku berharap tuk dapat bertemu denganmu. Namun dengan satu syarat. Kamu jangan sampai melihatku. Aku tak punya kepercayaan diri untuk dekat denganmu. Yang dapat ku lakukan hanya bicara padamu lewat sekat yang tak tertembus. Biarkan, biarkan aku melihatmu. Namun jangan, jangan, jangan kamu menatap mataku. Aku tak ingin, tak ingin benteng pertahananku runtuh. Benteng yang ku bangun dengan susah payah, yang ku bangun berdassar topeng-topeng  palsu yang mungkin telah membatu. Topeng-topeng palsu yang ku buat dari sandiwara ketidakpedulian, dari tinta keacuhan, dan semua bahan perilaku palsu yang dapat menghindarkanmu dari pemikiran bahwa sebenarnya aku sayang kamu.

Namun jika kamu menyadari, sesekali aku lepas kendali. sesekali aku menghancurkan topengku dan menampakkan asliku. Ketika aku sudah tak tahan untuk bersandiwara dan berpura-pura tak mempedulikanmu. Ketika aku tak tahan lagi untuk selalu berpura-pura aku biasa saja. Ada masa di mana keinginanku begitu kuat untuk bicara padamu. Ada masanya dimana aku tak tahan lagi menahan luapan perasaan rindu yang membuncah. Ada masa nya dimana aku mengesampingkan ego dan gengsi ku. Juga akal sehatku.

Bohong jika aku tak peduli padamu. Bohong jika namamu tak pernah kusebut dalam setiap doaku, Bohong jika aku bilang aku tak pernah memikirkanmu. Itu semua bohong ! Kebohongan yang selalu aku pertahankan. Karena aku tak ingin orang tau yang sebenarnya. termasuk kamu. Tentu saja aku ingin kamu menatap mataku, tentu saja aku ingin kamu seriing bicara padaku, tentu saja aku ingin kamu selalu ada di dekatku, tentu saja aku ingin kamu tau. Namun akal ku tak pernah mengizinkannya. Kita kadang jauh, kadang dekat. Kita timbul tenggelam.

Dan ketika kesempatan itu datang. Entah aku atau kamu yang memulainya, namun selalu berakhir tak sesuai harapan. Aku kadang merasa aku cukup mengenalmu, namun terkadang aku tak pernah paham kemana arah pikiranmu. Aku menerka. Aku meraba. Namun tak menemukan apa-apa. Lalu maukah kamu menggandeng tanganku dan mengeluarkanku dari kegelap gulitaan ini? Mau kah kamu membuka diri padaku dan sampaikan apa saja yang ingin kamu sampaikan. Katakan semua. Buat aku paham. Buat aku mengerti bahwa kamu ingin di mengerti. Aku telah mencoba memahami mu. Aku selalu mencoba menghormati sikapmu. Namun semakin aku mencoba semakin aku ingin mengerti. Ada apa di balik tirai besi hatimu. Ada apa dengan sikap dinginmu yang bisa datang dan pergi kapan saja kamu mau ? Aku selalu merindukan kamu yang hangat dan bersahabat. Kamu yang perhatian dan penuh semangat.

Aku merindukan sosok yang pertama kali aku pikirkan ketika aku punya cerita yang ingin ku bagikan. Aku merindukan sosok hangat yang dia selalu ada untukku dan aku akan selalu ada untuknya. Selamanya. Dimana telepati ambigu berubah menjadi bahasa kalbu yang saling kita mengerti dengan pasti. bahasa kalbu yang kita terhubung karenanya. Pada sosok penuh semangat juang dan kesetiaan. Kesetiaan pada Islam yang mengajarkan bagaimana cara bersikap dan bertanggung jawab. Sehingga kita dapat menjalin ikatan yang terkuat. Yaitu bersatu karena Allah dan berpisah karena Allah.

Namun yang kutemukan kini adalah....
Aku hanya melihat bayangan hitammu di balik jendela hitam. Menerka maksud-Nya yang terlalu abu-abu untuk ku tafsirkan sendiri. Dan aku tersadar, selama ini , di balik jendela hitam. Aku tak pernah melihat siapa kamu.

Di balik jendela hitam. Aku belum menemukan sosok itu. Siapa dia ? Siapa namanya ? Dari mana ia ? Dan bagaimana akhlaqnya ?
Di balik jendela hitam, aku menerka bagaimana takdir berkata. Dengan siapa nanti aku bersanding selamanya..
Di balik jendela hitam, aku menanti waktu dimana Dia akan mempertemukanku dengan kamu. Dimana Tuhan telah menentukan waktu yang tepat. Untuk kita.

*cerpen cinta
tertanda pengarang : RossiRB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The New Blog

Dedicated for My Lovely Brother and Sister

Buat dua kakak ku tercinta : Afif Imaduddin dan Irfani Fithria Ummul Muzayanah ----------------------------------------------------------- Salam dari adekmu, Rossi Rizki Bestari.. Aku tau nggak semua orang beruntung bisa punya kakak laki-laki dan kakak perempuan. di tambah status menjadi adek paling bungsu. Dan menjadi adek kalian adalah suatu anugerah takdir tersendiri yang paling indah. Kira kira "hampir" 18 tahun yang lalu aku hadir dalam keluarga ini. Keluarga yang di ketuai oleh seorang imam yang cerdas dan tangguh beserta wakil ketua seorang wanita shalihah yang perkasa. Kini silsilah pohon kehidupan itu semakin bercabang dan semakin berkembang. Yang mulanya hanya terdiri dari 5 orang anggota inti, sekarang sudah ter'register' 4 anggota inti baru. Dan in sya Allah masih akan ada anggota-anggota inti baru lagi yang akan bergabung di kemudian hari.

Roda Hidup Terus Berputar

" Roda-roda terus berputar... Tanda masih ada hidup..." - Song Liric Ya, roda hidup memang teruslah berputar.. tanda kehidupan kita memanglah masih "hidup".. Melihat definisi "hidup" sendiri, kita bisa mengetahui bahwa hidup adalah suatu dinamika. tidak ada dinamika, tidak hidup.. Hidup itu bukan stagnansi. Hidup itu adalah proses yang berkesinambungan.. Dan proses adalah suatu pergerakan.. Gerakan adalah perpindahan posisi.. Perpindahan posisi berarti perpindahan kedudukan.. Dari titik awal ke titik selanjutnya.. Sebuah petuah dari saya, untuk kita semua.. Termasuk untuk saya sendiri terutama.. Bukan sebagai tindakan "sok menggurui" namun sebagai tindakan "saling berbagi" Untuk yang merasa sedang berada di atas, dan untuk yang merasa sedang berada di bawah.. Ingatlah kata2 kausatif saya di paragraf 1.. bagai mana hidup itu terkait dengan perpindahan dari satu titik ke titik selanjutnya.. Roda berputar bukan berarti kita akan s